Namun, untuk mencoba memahami keputusan Zidane, ada baiknya mengingat kembali alasan Madrid menunjuk Zidane, perjalanan Zidane, dan kebiasaan buruk Real Madrid dalam beberapa tahun terakhir.
Pada mulanya, Zidane hanyalah Plan B. Dia diangkat menjadi pelatih pada Januari 2016, di pertengahan musim, untuk menggantikan Rafael Benitez yang gagal membawa Madrid menuju kejayaan. Saat itu banyak pihak yang meragukan keputusan Florentino Perez memilih Zidane.
Walaupun demikian, Zidane terus membuktikan diri dengan terus meraih kemenangan. Sebelumnya, saat masih ditangani Benitez, Madrid menelan tiga kekalahan dan empat hasil imbang dari 18 pertandingan di La Liga. Tapi setelah Zidane mengambil alih, Madrid hanya kalah sekali dan dua kali imbang di 20 laga berikutnya.
Madrid pun terus mengejar Barcelona di La Liga, tetapi malang bagi Zidane, mereka harus puas di posisi kedua dengan 90 poin saat Barca memastikan diri sebagai juara dengan 91 poin.
Meskipun gagal di La Liga, Zidane berhasil membungkam segala keraguan yang terus mengganggunya. Dia berhasil membawa Madrid meraih juara Liga Champions setelah mengalahkan Atletico Madrid di final melalui babak adu penalti.
Trofi tersebut merupakan persembahan pertama Zidane untuk Madrid hanya dalam waktu lima bulan kerja. Saat itu, banyak yang menyebut Zidane hanya beruntung.
Memasuki musim kedua melatih, Zidane mulai mengambil kendali penuh. Bermodalkan pemain yang tak jauh berbeda, Zidane memulai musim dengan optimistis. Saat itu mungkin pemain paling tenar yang didatangkan Zidane hanyalah Marco Asensio dan memulangkan Alvaro Morata dari Juventus.
Madrid memulai musim dengan laju kemenangan yang sangat baik. Bahkan Zidane memecahkan rekor klub dengan laju unbeaten di 40 pertandingan sejak April 2016 sampai Jauari 2017. Zidane akhirnya menelan kekalahan pertama atas Sevilla (1-2) di La Liga musim itu.
Musim itu adalah musim terbaik Zidane selama menangani Madrid. Los Blancos tampil begitu superior sepanjang musim dengan hanya menelan tiga kekalahan di La Liga. Tetapi di saat yang sama Zidane kembali gagal di Copa del Rey, Madrid harus disingkirkan tim sekelas Celta Vigo pada Januari 2017, kekecewaan pertama di era Zidane.
Melupakan kegagalan di Copa del Rey, Zidane terus membawa Madrid melaju dengan baik di La Liga dan Liga Champions, kompetisi favoritnya. Madrid akhirnya berhasil menjuarai La Liga dengan 93 poin, Barcelona membayangi di posisi dua dengan 90 poin.
Trofi La Liga bertambah manis saat Zidane berhasil menjuarai Liga Champions setelah menaklukkan Juventus 4-1 di partai final. Dia berhasil membuktikan kejeniusannya dengan mengawinkan kedua trofi tersebut.
Dua trofi tersebut menambah Zidane mulai mendapat kepercayaan penuh. Zidane sudah mempersembahkan lima trofi hanya dalam waktu satu setengah tahun (2 Liga Champions, 1 La Liga, 1 Piala Super Eropa, 1 Piala Dunia Antar Klub).
Menceburkan diri ke musim 2017/18, Madrid racikan Zidane mulai goyah. Mereka yang terpaksa bermain tanpa Cristiano Ronaldo di beberapa pertandingan awal tidak bisa menjaga konsistensi dan hanya mampu mendapatkan dua kemenangan di lima laga pertama.
Musim ini Madrid tampil tidak konsisten, Sergio Ramos dkk. selalu kesulitan melawan tim kecil yang seharusnya mudah bagi mereka. Zidane pun mulai kesulitan mengembalikan motivasi para pemainnya.
Perjuangan Madrid untuk mempertahankan gelar pun bisa dibilang usai saat mereka takluk 0-3 dari Barcelona pada Desember 2017. Kekecewaan itu disusul dengan kegagalan Madrid di Copa del Rey saat tersingkir di tangan Leganes.
Saat inilah masa depan Zidane mulai dipertanyakan, sebagaimana diketahui, Florentino Perez mempunyai kebiasaan buruk untuk memecat pelatih yang gagal meneruskan kejayaan Madrid.
Musim ini Zidane benar-benar kesulitan, Madrid menelan lima kekalahan dan delapan hasil imbang sepanjang musim. Alhasil Madrid harus puas di posisi ketiga klasemen dengan 76 poin, sementara Barca sekali lagi menjadi juara dengan 93 poin.
Beruntung, Zidane masih memiliki kesempatan di Liga Champions. Paduan taktik dan faktor keberuntungan sekali lagi membantu Zidane membawa Madrid sampai di final, melawan Liverpool yang juga mengejutkan.
26 Mei 2018 waktu setempat, Madrid akhirnya berhasil menjadi juara dan membungkus trofi untuk ketiga kalinya dalam tiga musim beruntun. Liverpool harus mengakui kekuatan Madrid dengan skor 1-3.
Tambahan trofi tersebut berarti Zidane sudah meraih empat trofi musim ini (1 Liga Champions, 1 Piala Super Eropa, 1 Piala Super Spanyol, 1 Piala Dunia Antar Klub.
Total Zidane sudah mempersembahkan sembilan trofi hanya dalam 2,5 tahun. Dia merupakan pelatih terbaik sepanjang sejarah Madrid dengan perhitungan rasio trofi per musim.
Lima hari kemudian, tanpa aba-aba, Zidane mengumumkan pengunduran dirinya pada 31 Mei. Era Zinedine Zidane berakhir sudah. Madrid dibuat terkejut, khususnya Florentino Perez.
1. Keputusan Tepat
Pada sesi konferensi pers yang mengejutkan tersebut, Zidane berbicara dengan singkat dan sejelas mungkin. Pada intinya, dia merasa sudah tidak bisa terus membawa Madrid menang, tetapi Madrid membutuhkan itu.
Sederhananya, Zidane merasa sudah waktunya ada suasana baru di Madrid untuk terus menang. Dan dia merasa bukan sosok yang tepat untuk melakukan itu.
"Keputusan ini tidak masuk akal bagi banyak orang, tapi tidak bagi saya. Ini adalah saatnya untuk membuat perubahan," ujar Zidane.
"Kami selalu menginginkan lebih dan lebih, tapi saya tidak bisa meminta lebih banyak lagi dari para pemain ini dan sekarang sudah saatnya bagi mereka untuk mendengar suara yang berbeda di ruang ganti."
Mengejutkan? Ya. Masuk akal? Ya. Zidane sepertinya sudah memikirkan semuanya sebaik mungkin. Dia paham betul apa yang perlu dilakukan klub untuk mencapai hasil terbaik.
Zidane adalah seorang pria yang berprinsip kuat, logikanya mengatakan bahwa klub ini membutuhkan perubahan dan mundur adalah pilihan terbaik. Bukan hanya dirinya sendiri, tapi untuk seluruh pemain yang dia cinta.
Namun, di saat yang sama keputusan Zidane itu sangat tepat sasaran dan menghantam langsung sang pemilik klub, Florentino Perez. Sebab, sebelumnya beredar rumor bahwa Perez akan memecat Zidane di akhir musim ini jika gagal mendapatkan Liga Champions. Tapi Zidane justru melakukan sebaliknya dan berbalik menyerang Perez. Zidane meninggalkan Madrid dengan elegan, seperti seorang pria sejati.
Tampakya, dengan ketegasan seperti itu, Zidane mencoba memberi pelajaran kepada Perez bahwa memecat pelatih sembarangan bukanlah solusi jangka panjang untuk klub. Saat ini Perez pun harus bergerak cepat memilih pelatih baru Madrid sebelum Piala Dunia 2018 berlangsung.
2. Pemain Bintang Mulai Berulah
Sudah menjadi rahasia umum bahwa kekuatan terbesar Zidane bukan hanya dalam hal taktik, Zidane adalah sosok yang mampu merangkul seluruh pemain di ruang ganti, mulai dari peman bintang sampai penghuni bangku cadangan.
Melakukan tugas seperti itu di Madrid tentu bukan perkara mudah. Ada terlalu banyak pemain bintang di Madrid, dan semuanya memiliki ego masing-masing untuk bermain di setiap laga.
Zidane berhasil mengatasi itu dan melakukan hal yang terbaik - yang bahkan tidak bisa dilakukan oleh banyak pelatih berpengalaman sebelumnya - untuk memainkan pemain bintang secara bergiliran tanpa kehilangan respek mereka.
Kasus yang paling jelas adalah persaingan di lini depan antara Karim Benzema, Cristiano Ronaldo, Gareth Bale dan Isco Alarcon. Keempat pemain ini sama hebatnya dalam urusan menyerang, sayangnya hanya ada tiga posisi yang tersedia, yang berarti salah satu harus mengalah.
Akhirnya Zidane membuat keputusan berat untuk mencadangkan Bale, sebab saat itu Bale sempat cedera dan membutuhkan waktu pemulihan beberapa minggu. Isco yang dipercaya menjadi pemain utama pun terbukti mampu menjawabnya dengan menjadi penentu hasil pertandingan di beberapa laga penting.
Namun keputusan Zidane itu berubah menjadi bumerang. Sesaat setelah menjuarai Liga Champions 17/18, Gareth Bale yang menjadi penentu kemenangan pada laga itu membuat pernyataan kontroversial. Dia menegaskan ingin menjadi pemain inti dan bermain reguler musim depan, jika tidak, mungkin dia akan hengkang.
Menyusul Bale, Cristiano Ronaldo melontarkan pernyataan serupa. Pemain berjuluk CR7 ini mengatakan bahwa dia sudah puas bermain di Madrid, yang mengindikasikan bahwa dia ingin hengkang
Pernyataan kedua pemain bintang itu sebenarnya sah-sah saja di dunia profesional, walakin mereka memilih waktu yang tidak tepat. Zidane pun merasa hubungannya dan pemain sudah tidak sebaik sedia kala, dan ini menambah alasannya untuk hengkang.
"Cristiano Ronalo memutuskan untuk berbicara soal masa depannya daripada merayakan juara bersama rekan setim. Dan ada keraguan soal masa depan Gareth Bale, sebab kepergian Zidane akan berdampak besar bagi Bale," tegas analis sepak bola, Guillem Balague pada skysports.
"Pada akhirnya, dia (Zidane) merakan jarak luas antara pemain dan pelatih, otoritas pelatih telah dicacati. Inilah kenapa dia harus pergi."
3. Akhir yang Baik
Pada akhirnya, dua setengah tahun ini benar-benar sudah dilalui dengan sangat baik oleh Zidane dan dia bisa pergi dengan kepala tegak, bangga akan prestasinya.
Keputusan ini juga tidak berarti Zidane memutuskan hubungan penuh dengan Madrid, sebab dia bersikeras bahwa suatu saat nanti mungkin dia akan kembali.
Untuk saat ini, nusa303.comtelah pergi dengan warisan yang lebih hebat daripada saat dia menerima kepercayaan pada awal 2016 lalu. Dia sudah masuk dalam sejarah sebagai salah satu pelatih terbaik dalam sejarah Real Madrid.
4. Rekor Zidane Dalam Angka
3 - Zidane tidak pernah tersingkir di tiga fase gugur Liga Champions terakhir, dia juga menjuarai ketiganya.
3 - Zidane adalah pelatih pertama yang berhasil membawa satu klub menjuarai Liga Champions dalam tiga musim beruntun.
9 - Zidane mendapatkan sembilan trofi selama melatih Real Madrid.
40 - Laju tak terkalahkan dalam 40 pertandingan sebagai rekor baru klub.
70 - Di semua kompetisi, Zidane memenangkan 70 persen pertandingan Madrid.
No comments:
Post a Comment